Senin, 23 Maret 2009
Kisah Nabi Musa a.s. (class 2)
KISAH NABI MUSA A.S. DAN KHIDIR A.S.
Salah satu kisah Al-Qur'an yang sangat mengagumkan dan dipenuhi dengan misteri adalah, kisah seseorang hamba Allah SWT. Kisah tersebut terdapat dalam surah al-Kahfi di mana ayat-ayatnya dimulai dengan cerita Nabi Musa, yaitu:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: 'Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan-jalan sampai bertahun-tahun." (QS. al-Kahfi: 60)
Kalimat yang samar menunjukkan bahwa Musa telah bertekad untuk meneruskan perjalanan selama waktu yang cukup lama kecuali jika beliau mampu mencapai majma' al-Bahrain (pertemuan dua buah lautan).
Seandainya tempat itu harus disebutkan niscaya Allah SWT akan rnenyebutkannya. Namun Al-Qur'an al-Karim sengaja menyembunyikan tempat itu, sebagaimana Al-Qur'an tidak menyebutkan kapan itu terjadi.
Namun dalam kisah ini, beliau menjadi seorang pencari ilmu yang sederhana yang harus belajar kepada gurunya dan sabar menahan penderitaan selama belajar bersama beliau. Lalu, siapakah gurunya? Dia adalah seorang hamba yang tidak disebutkan namanya dalam Al-Qur'an meskipun dalam hadis yang suci disebutkan bahwa ia adalah Khidir as.
Mula-mula Khidir menolak ditemani oleh Musa. Khidir memberitahu Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Akhirnya, Khidir mau ditemani oleh Musa tapi dengan syarat, hendaklah ia tidak bertanya tentang apa yang dilakukan Khidir sehingga Khidir menceritakan kepadanya.
Sebagian tindakan yang dilakukan oleh Khidir jelas-jelas dianggap sebagai kejahatan di mata Musa. Tindakan itu justru membuat Musa bingung dan membuatnya menentang. Meskipun Musa memiliki ilmu yang tinggi dan kedudukan yang luar biasa namun beliau mendapati dirinya dalam keadaan kebingungan melihat perilaku hamba yang mendapatkan karunia ilmu dari Allah SWT.
Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan Khidir. Sebagian mereka mengatakan bahwa ia seorang wali dari wali-wali Allah SWT. Sebagian lagi mengatakan bahwa ia seorang nabi.
Nabi Musa as adalah berasal dari Bani Israil. Ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT dan menceritakan kepada mereka tentang kebenaran. Setelah beliau menyampaikan dakwahnya, salah seorang Bani Israil bertanya: "Apakah ada di muka bumi seseorang yang lebih tinggi ilmunya darimu, wahai Nabi Allah?" Musa menjawab: "Tidak ada."
Allah SWT tidak setuju dengan jawaban Musa. Lalu Allah SWT mengutus Jibril kepada Musa kemudian berkata kepadanya, "Sesungguhnya Allah SWT mempunyai seorang hamba yang berada di majma' al-Bahrain (pertemuan dua laut) yang lebih tinggi ilmunya daripada kamu." Kemudian Nabi Musa a.s. mendapatkan perintah untuk belajar darinya dengan dan membawa ikan di keranjang. Ikan itu akan menjadi petunjuk jalan menuju tempat pertemuan beliau dengan Khidir.
Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan beliau ditemani oleh seorang pembantunya yang masih muda. Pemuda itu bernama Yusa. Mereka selanjutnya sampai di suatu batu di sisi laut. Musa tidak kuat lagi menahan rasa kantuk sedangkan pembantunya masih bergadang. Angin bergerak ke tepi lautan sehingga ikan itu bergerak dan hidup lalu melompat ke laut. Melompatnya ikan itu ke laut sebagai tanda yang diberitahukan Allah SWT kepada Musa tentang tempat pertamuannya dengan hamba yang shaleh tersebut. Musa bangkit dari tidurnya dan tidak mengetahui bahwa ikan yang dibawanya telah melompat ke laut sedangkan pembantunya lupa untuk menceritakan peristiwa yang terjadi. Lalu Musa bersama pemuda itu melanjutkan perjalanan dan mereka lupa terhadap ikan yang dibawanya. Kemudian Musa ingat pada makanannya dan ia telah merasakan keletihan. Ia berkata kepada pembantunya: "Coba bawalah kepada kami makanan siang kami, sungguh kami telah merasakan keletihan akibat dari perjalanan ini."
Pembantunya mulai ingat tentang apa yang terjadi. Ia pun mengingat bagaimana ikan itu melompat ke lautan. Ia segera menceritakan hal itu kepada Nabi Musa. Ia meminta maaf kepada Nabi Musa karena lupa menceritakan hal itu. Setan telah melupakannya. Keanehan apa pun yang menyertai peristiwa itu, yang jelas ikan itu memang benar-benar berjalan dan bergerak di lautan dengan suatu cara yang mengagumkan. Nabi Musa merasa gembira melihat ikan itu hidup kembali di lautan dan ia berkata: "Demikianlah yang kita inginkan." Melompatnya ikan itu ke lautan adalah sebagai tanda bahwa di tempat itulah mereka akan bertemu dengan seseorang lelaki yang shaleh dan ilmunya tinggi. Nabi Musa dan pembantunya kembali dan menelusuri tempat yang dilaluinya sampai ke tempat yang di situ ikan yang dibawanya bergerak dan menuju ke lautan.
"Maka tatkala mereka berjalan sampai ke pertemuan dua buah laut itu, maka mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: 'Bawalah ke rnari makanan kita; sesungguhnya kita merasa letih karena perjalanan hita ini.' Muridnya menjawab: 'Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.' Musa berkata: 'Itulah (tempat) yang kita cari; lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. " (QS. al-Kahfi: 61-65)
Di tempat itulah Nabi Musa bertemu Khidir. Begitu Musa menyampaikan maksudnya, yaitu ingin belajar ilmu darinya. Khidir meragukan kesabaran Nabi Musa. Khidir berkata, ”Wahai Musa, engkau tidak akan mampu sabar untuk menanggung derita dalam memperoleh ilmu itu”. Meskipun demikian, Musa terus berharap kepada Khidir untuk mengizinkannya belajar darinya. Musa berkata kepadanya bahwa insya Allah ia akan mendapatinya sebagai orang yang sabar dan tidak akan menentang sedikit pun.
Kemudian Khidir mengajukan persyaratan. Yaitu, Musa tidak boleh bertanya sesuatu pun sehingga pada saatnya nanti sehingga Khidir sendiri yang akan memberitahunya. Musa sepakat atas syarat tersebut. Kemudian mereka pun pergi. Perhatikanlah firman Allah SWT dalam QS. al-Kahfi: 66-70.
Musa pergi bersama Khidir. Mereka berjalan di tepi laut. Kemudian terdapat perahu yang berlayar. Pemilik perahu mengenal Khidir. Lalu Dia pun membawa Khidir beserta Musa, tanpa meminta upah sedikit pun kepadanya. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada Khidir. Namun Musa dibuat terkejut ketika perahu itu berlabuh dan ditinggalkan oleh para pemiliknya, Khidir melobangi perahu itu.
Musa pun heran melihat perbuatan Khidir. Tindakan Khidir di mata Musa adalah tindakan yang tercela. Selanjutnya Musa pun berkata, ”Sungguh pemilik perahu ini telah mengangkut kita tanpa meminta upah. Kenapa engkau melobangi perahunya? Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang tercela." Mendengar pertanyaan lugas Musa, hamba Allah SWT itu menoleh kepadanya dan menunjukkan bahwa usaha Musa untuk belajar darinya menjadi sia-sia karena Musa tidak mampu lagi bersabar. Musa meminta maaf kepada Khidir karena ia lupa dan mengharap kepadanya agar memberikan kesempatan lagi untuk mengikutinya.
Kemudian mereka berdua berjalan melewati suatu kebun yang dijadikan tempat bermain oleh anak-anak kecil. Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba Allah SWT ini membunuh anak kacil itu. Musa dengan lantang bertanya kepadanya tentang kejahatan yang baru saja dilakukannya, yaitu membunuh anak laki-laki yang tidak berdosa. Hamba Allah SWT itu kembali mengingatkan Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Musa meminta maaf kepadanya karena lagi-lagi ia lupa. Musa berjanji tidak akan bertanya lagi. Musa meminta lagi kesempatan terakhir untuk menemaninya. Mereka pun pergi dan meneruskan perjalanan. Mereka memasuki suatu desa yang sangat pelit penduduknya. Musa tidak mengetahui mengapa mereka berdua pergi ke desa itu dan mengapa tinggal dan bermalam di sana. Makanan yang mereka bawa habis, lalu mereka meminta makanan kepada penduduk desa itu, tetapi penduduk itu tidak mau memberi dan tidak mau menjamu mereka.
Kemudian datanglah waktu sore. Kedua orang itu ingin beristirahat di sebelah dinding yang hampir roboh. Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba itu berusaha membangun dinding yang nyaris roboh itu. Bahkan ia menghabiskan waktu malam untuk memperbaiki dinding itu dan membangunnya seperti baru. Musa sangat heran melihat tindakan gurunya. Bagi Musa, desa yang bakhil itu seharusnya tidak layak untuk mendapatkan pekerjaan yang gratis ini. Musa berkata: "Seandainya engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas pembangunan tembok itu." Mendengar perkataan Musa itu, hamba Allah SWT itu berkata kepadanya: "Ini adalah batas perpisahan antara dirimu dan diriku." Hamba Allah SWT itu mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang seharusnya tidak dilontarkan dan ia mengingatkannya bahwa pertanyaan yang ketiga adalah akhir dari pertemuan.
Kemudian hamba Allah SWT itu menceritakan kepada Musa dan membongkar kebingungan Musa. Setiap tindakan yang membuat Musa bingung bukanlah hasil rekayasa dari kemauan sendiri. Dia hanya menjalankan kehendak Tuhan Yang Maha Tinggi. Hal inilah yang tidak diketahui oleh Musa. Meskipun Musa memiliki ilmu yang sangat luas tetapi ilmunya tidak sebanding dengan ilmu Khidir. Ilmu Musa laksana setetes air dibandingkan dengan ilmu Allah SWT. Ilmu Musa hanya sebesar air yang terdapat pada paruh burung yang mengambil dari lautan. Allah SWT berfirman, QS. al-Kahfi: 71-82.
Hamba saleh itu menyingkapkan dua hal pada Musa. Dia memberitahunya bahwa ilmu Musa sangat terbatas. Kemudian dia memberitahunya bahwa di balik kejadian di bumi justru terdapat rahmat yang besar. Pemilik perahu itu akan menganggap bahwa usaha melobangi perahu mereka merupakan suatu bencana bagi mereka tetapi sebenarnya di balik itu terdapat kenikmatan, yaitu kenikmatan yang tidak dapat diketahui kecuali setelah terjadinya peperangan di mana raja akan memerintahkan untuk merampas perahu-perahu yang masih bagus. Raja itu akan membiarkan perahu-perahu yang rusak.
Demikian juga orang tua anak kecil yang terbunuh itu akan menganggap bahwa terbunuhnya anak kecil itu sebagai musibah, namun kematiannya justru membawa rahmat yang besar bagi mereka. Sebab, anak itu kelas jika sudah dewasa akan memaksa orang tuanya yang shaleh supaya menyembah berhala dan ingkar kepada Allah. Selain itu, kelak Allah SWT akan mengganti anak yang terbunuh itu dengan anak yang lebih baik yang dapat menjaga mereka.
Sedangkan rumah reot itu adalah rumah milik anak yatim piatu. Di bawah bangunan rumah itu terdapat harta peninggalah orang tua mereka. Sedangkan kedua orang tua mereka adalah orang yang shaleh.
Mula-mula Nabi Allah SWT Musa menentang dan mempersoalkan tindakan hamba Allah SWT tersebut, kemudian ia menjadi mengerti ketika hamba Allah SWT itu menyingkapkan kepadanya maksud dari tindakannya .
Sekarang, Musa mendapatkan keyakinan yang luar biasa. Musa telah belajar dari mereka dua hal: yaitu ia tidak merasa bangga dengan ilmunya. Dan Musa belajar kesabaran dari Khidir. Itulah pelajaran yang diperoleh Nabi Musa as dari hamba ini.
Langganan:
Postingan (Atom)