Senin, 20 Oktober 2008

HIKMAH DI BALIK PROSES BELAJAR

ADA HIKMAH DI BALIK PROSES BELAJAR
(Butuh kesabaran dan ketekunan)

Camkan baik-baik usaha Ibnu Sina dalam mempelajari buka ”Metaphysiscs” karya aristoteles. Beliau mengulang – ulang mencoba memahami buku itu hingga 40 kali. Proses ini terus terjadi sampai Allah membukakan pintu hikmah bagi Ibnu Sina. Bahkan di kemudian hari Ibnu Sinalah yang dianggap paling paham tentang hal itu. Jika kita berhusnudzon, hikmah dari peristiwa ini adalah bahwa jalan terbaik dalam memahami pelajaran ”Metaphysiscs” adalah dengan menghafalnya. Bukan sekedar memahami.

Sangat penting kita memahami bahwa dalam proses kita memahami sesuatu sebenarnya tidak akan pernah lepas dari faktor keterlibatan tuhan kita, Allah. Allahlah gudang dari segala ilmu pengetahuan. Di sisinya terhampar luas ilmu pengetahuan yang dapat kita selami sekehendak kita. Allah jualah yang menentukan apakah kita cepat meresap sebuah pelajaran atau butuh waktu lama dalam mempelajarinya. Ada suatu pelajaran yang memang kita mudah memahaminya, ada pula suatu bidang dimana kita lambat memahaminya.

Bisa jadi Allah memutuskan bahwa kita harus menghafalnya agar bisa memahaminya atau langsung saja dapat dipahami. Kadang pula untuk memahami sesuatu kita harus melakukan praktek atas ilmu yang sedang kita dalami. Bisa jadi juga Allah mengehendaki agar kita mengikis rasa takabur kita dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Untuk contoh terakhir dapat kita pahami dari peristiwa nilai ujian kita yang selalu di bawah rata-rata padahal sudah belajar keras semalaman. (Nah.. disini letak takaburnya.. tidak bisa mempersiapkan ujian dalam waktu semalam atau dua malam! Menghadapi ujian butuh proses, dan tidak dihadapi dengan perasaan takabur). Akhirnya semua itu bersimpul pada pembenahan cara belajar kita selama ini. Allah sayang sama kita. Dan dengan cara itulah kita bisa lebih dekat dengan Allah, saat kita bisa menyimpulkan sebuah hikmah bijak dari peristiwa yang menimpa kita sehari-hari. Allah maha keren!

Ingat kisah Ibnu Hajar? Awalnya ia benci terhadap dirinya sendiri. Saking sulitnya ia menyerap suatu ilmu, ia selalu mengutuk dirinya sebagai manusia yang bodoh. Sehari-hari selalu selalu ia lalui dengan mencerca dan mengutuk diri sendiri. Kamu bodoh! Idiot! Gak punya otak! (pernahkah sahabat sepeti ini? Jangan disesali, ini adalah bagian dari proses) Hal ini terjadi sampai ibnu hajar melihat sebuah peritiwa yang menghantarkan ia pada hidayah Allah. Ditengah perenungannya ibnu hajar melihat tetesan air yang senantiasa menetes ke atas permukaan sebuah batu. Ia perhatikan baik-baik, ternyata permukaan itu tidak rata, khusus permukaan yang senantiasa terkena tetesan air bentuknya menjadi cekung menjorok ke bawah. Sama seprti permukaan bulan. Eureka! Ibnu hajar paham bahwa belajar bukan sesuatu yang instan, tetapi butuh proses! Sedikit demi sedikit.. setahap demi setahap! Akibat peristiwa itu Ibnu hajar menggegas langkahnya dan bertekad untuk belajar keras. Sampai akhirnya Ibnu hajar bisa membuktikan azamnya. Sepanjang sejarah Ibnu hajar dikenal sebagai ahli tafsir yang masyhur dan melebihi ulama-ulama yang sezaman dengannya.

Tidak ada komentar: