Jumat, 30 April 2010

SHALAT SUNNAH HAJAT DAN DHUHA (class 3)

SHALAT SUNNAH HAJAT DAN DHUHA

Waktu shalat
- Dhuha (sejak matahari terbit setinggi jengkal hingga menjelang waktu dhuhur)
- Hajat (kapan saja selain waktu terlarang; yaitu terbit dan tenggelam matahari)

Bacaan Niat
- Shalat dhuha (Ushalli sunnatad dhuha raka’ataini mustaqbilal qiblati adaan lillaahi taalaa)
- Shalat Hajat (Ushalli sunnatal hajati raka’ataini mustaqbilal qiblati adaan lillaahi taalaa)

Ketentuan shalat
- Ketentuan shalat sunnah dhuha dan hajat sama dengan ketentuan shalat fardhu, baik bacaan maupun gerakan

Hikmah

- Dhuha (dimudahkan rizki)
- Hajat (dikabulkan permintaan / keinginan)

Kisah teladan Siti Masyithah (class 1)

KISAH SITI MASYITHOH

Siti Masyithah adalah seorang wanita teladan. Dia adalah juga seorang ibu yang melahirkan anak-anak yang saleh. Wanita yang gagah berani mempertahankan kebenaran. Dia berani mempersembahkan jiwa-raga untuk agama Allah swt. Dia rela mempertaruhkan nyawanya untuk mempertahankan iman kepada Allah. Selain itu, dia seorang ibu yang memiliki sifat kasih sayang dan kelembutan. Mencintai anak-anaknya dengan tulus. Siti Masyithoh berjuang, bekerja, dan rela letih untuk membahagiakan mereka di dunia dan di akhirat.

Betapa Siti Masyithah tegar, sabar, lembut hatinya. Mari kita bayangkan, kedua anaknya yang terkecil beliau direnggut dari belaian tangannya. Anak-anak tak berdosa itu diambil paksa oleh pengawal Fir’aun. Keduanya dilemparkan ke dalam bejana panas yang membara. Masyithah menyaksikan itu semua dengan mata kepalanya sendiri. Masyithah melihat sendiri si sulung dan si bungsu menjerit kesakitan terpanggang di tungku timah panas membara.

Itulah peristiwa dahsyat yang dihadapi Masyithah, sosok yang menakjubkan dalam cinta kepada Allah swt. Ia seorang ibu mukminah yang sangat sabar dan memiliki anak-anak yang shalih lagi baik hati. Cinta yang bersemayam dalam hati mereka adalah gejolak iman yang mampu melahirkan sebuah pengorbanan yang sempurna. Kehidupan dunia tidak mampu mengalihkan mereka dari cita-cita meraih keridhaan Sang Pencipta. Inilah hakikat yang sebenar-benarnya.

Tuhanku Allah

Ketika berjalan-jalan di Surga ketika isra’ mi’raj, Nabi Muhammad saw. mencium bau yang sangat harum. Beliau berkata kepada Jibril, “Wahai Jibril, bau harum apa ini?” Jibril menjawab, “Ini bau harum Masyithah”. Nabi bertanya lagi, “Apa kelebihan Masyithah?”
Masyithah telah merasakan beragam kezhaliman dan penyiksaan. Semua itu dihadapinya dengan tegar sampai akhir hayatnya.
Suatu hari Fir’aun memanggil Masyithah. Fir’aun bertanya, “Wahai Masyithah, apakah engkau punya Tuhan selain aku?” Ia menjawab, “Ya, Tuhan saya dan Tuhan kamu adalah Allah.” Fir’aun marah besar. Fir’aun punya tungku besar yang diisi minyak goring yang sangat panas. Wajan itu digunakan untuk menyiksa orang yang tidak mau mengakui dirinya sebagai Tuhan. Masyithah pun dan anak-anaknya diancam dilemparkan ke dalamnya. Masyithah tidak menyerah dan tidak takut. Begitu juga anak-anaknya. Mereka dengan tegas mempertahankan imannya kepada Allah.

Sungguh, Masyithah wanita terhormat lagi mulia. Dia menolak dengan tegas dengan mengatakan, ”Tuhan saya adalah Allah.” Dia tidak takut siksaan. Ia tidak gentar dengan kekuatan Fir’aun yang terkenal bengis dan tidak berperikemanusiaan. Apa pun yang terjadi, ia hadapi dengan tegar.
Sungguh ujian berat menimpa wanita mulia ini beserta anak-anaknya. Fir’aun menghukum karena mereka beriman kepada Allah swt. dan rela dengan agama yang mereka anut. Tanpa belas kasih Fir’aun melempar anak-anak Masyithah satu demi satu ke wajan besar berisikan minyak panas yang mendidih. Fir’aun melakukanya untuk menakut-nakuti Masyithah. Fir’aun berharap naluri keibuan Masyithah iba akan nasib anak-anaknya dan itu membuatnya lemah lalu mau kembali mengakui Fir’aun sebagai Tuhan. Akan tetapi Allah swt. memperlihatkan kepada Fir’aun bahwa yang menggenggam kalbu Masyithah adalah diri-Nya. Apakah Fir’aun mampu menguasai kalbu seseorang yang telah beriman? Mungkin ia bisa membunuh jasadnya, tapi mampukah membunuh ruhnya? Itu mustahil dilakukan Fir’aun.

Apa yang dihadapi Masyithah adalah ujian yang berat bagi orang yang beriman. Namun, dorongan keimanan yang kuat membuatnya bertahan dan keluar menjadi pemenang. Masyithah dan anak-anaknya membuktikan keimanannya kepada Allah dengan mewakafkan diri hancur disiksa dengan cara yang sangat tidak berperikemanusiaan oleh Fir’aun.

Pelajaran dari Kisah Masyithah

Masyithah telah memberi contoh teladan baik yang bisa memotivasi kita untuk meraih kehidupan yang baik dan lebih baik lagi.
Ada sejumlah pelajaran yang bisa kita petik dari kisah Masyithah, di antaranya:
1) Kita harus senantiasa menjaga iman kepada Allah. Yaitu dengan cara selalu mengingat Allah, menjalankah perintahnya dan menjauhi larangannya, serta melakukan kebaikan dan menghindari kejelekan.
2) Kita harus sabar dalam menghadapi cobaan
3) Kita harus teguh atau kuat dalam pendirian, itulah yang dibuktikan oleh Masyithoh dan anak-anaknya. Rasulullah saw bersabda, ”Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dibanding mukmin yang lemah, dan masing-masing dari keduanya mendapatkan kebaikan.” (Muslim)
4) Kita harus bisa membedakan antara yang benar dan salah, antara kebaikan dan keburukan.
5) Kita harus tunduk kecuali kepada Allah swt. Dan ia senantiasa melaksanakan kewajiban menjalankan yang baik dan menjauhi dan mencegah yang jelek.

Pertanyaan:

1) Siapakah nama wanita muslimah yang kuat imannya dalam kisah ini?
2) Siapakah raja yang mengaku Tuhan?
3) Mengapa wanita suci itu tidak mau menyembah raja itu?
4) Mengapa raja jahat itu menyiksa bahkan membunuh wanita suci itu?
5) Jelaskan beberapa sikap teladan yang bisa kita contoh dari wanita suci itu!
6) Bagaimanakah cara kita menjaga dan memperkuat iman kepada Allah?