Rabu, 21 November 2012

PENDIDIKAN KARAKTER

PENANAMAN BUDI PEKERTI


Berbagai kekerasan dan tindakan amoral yang dilakukan oleh pelajar ataupun mahasiswa adalah pengaruh dari rendahnya akhlak dan budi pekerti. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh minimnya pendidikan budi pekerti yang mereka peroleh atau besarnya pengaruh lingkungan dan teknologi modern. Apalagi jika mereka miskin figur teladan dari orang-orang yang dekat dengan mereka.

Maka pendidikan budi pekerti harus segera dioptimalkan oleh berbagai pihak, baik di lingkungan keluarga ataupun masyarakat, terutama sekolah. Sekolah harus bisa mengembangkan kurikulumnya. Sementara ini, kurikulum pemerintah masih kering penanaman nilai-nilai budi pekertinya. Sekolah seharusnya tidak terpaku oleh kurikulum nasional, mereka harus mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran dan memperkaya kurikulum tersebut dengan pendidikan karakter dan budi pekerti.

Namun yang perlu dicermati, pendidikan budi pekerti jangan direduksi ke dalam mata pelajaran tertentu seperti pelajaran agama. Sebab terkadang pembelajaran agama sudah dianggap sebagai pelajaran budi pekerti, padahal kadangkala yang diajarkan lebih condong pada pengetahuan tentang agama dan ritualnya saja. Pembelajaran agama jangan dipandang sebagai sebuah ilmu sehingga cenderung bersifat doktrinasi dan membelenggu kreativitas anak didik, tapi sebagai “the way of life”. Meskipun demikian pendidikan budi pekerti idak perlu dibuatkan mata pelajaran terpisah karena kurikulum yang ada, muatannya sudah terlalu banyak, tapi diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Pemaknaan inilah yang kita sebut dengan “Integrated Learning System”.

Dalam konteks ini, guru dapat mengajarkan budi pekerti sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing. Biarkan anak didik mencerna sendiri nilai-nilai budi pekerti sambil kita arahkan. Sekali lagi, jangan sampai pendidikan ini diberikan secara doktriner sehingga membelenggu kreativitas anak didik.

Penanaman budi pekerti ini tidak cukup melalui pengetahuan dan pemahaman tapi melalui pengalaman langsung. Anthony Robins mengatakan: “In life, people know what to do, but few people actually do what they know”. Banyak sekali orang yang mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan tapi hanya sedikit yang mempraktekkan apa yang mereka ketahui. Hal ini menandakan bahwa pengetahuan seseorang tidak menjamin pengamalannya.

Anak didik kita lebih terkesan dengan tindakan nyata ketimbang pengetahuan lewat membaca, mendengar atau melihat. Lewis Cass menandaskan: “Action speaks louder than words. People may doubt what you say, but they will believe what you do”.


Tentunya tindakan aplikatif itu butuh konsistensi. Konsistensi ini harus terus menerus diterapkan karena sangat penting untuk membudayakan nilai-nilai budi pekerti dalam tindakan. John Ruskin menegaskan: “What we think or we believe is, in the end of little consequence. The only thing of consewuence is what we do”. Memang perlu anak didik kita motivasi agar tertarik untuk mengetahui sesuatu. Selanjutnya kita dorong mereka untuk mengaplikasikan dalam tindakan. Kita biasakan mereka untuk mengulang-ulang nilai-nilai budi pekerti itu (repeated good behavior) sehingga menjadi budaya.
Jadi, setidaknya ada tiga komponen terpenting dalam pendidikan budi pekerti ini, yaitu: 1) kesinambungan (konsistensi/istiqamah), 2) keteladanan (behavioristic/uswah), dan 3) pelestarian nilai-nilai (value pertuation).

Demikian,
Selamat bagi yang memiliki semangat (Mau), kemudian mencari pengetahuan (Tau), selanjutnya melaksanakan (Laku), sehingga menjadi budaya (Baku). Inilah yang kita sebut dengan akhlak.
Motivation and Smart Learning

Tidak ada komentar: